RumpiKotaCom – Isu rencana pengosongan lahan Marinatama Mangga Dua pada 31 Desember mendatang membuat warga dan pelaku usaha di kawasan tersebut gelisah. Kabar yang beredar beberapa minggu terakhir itu memicu kecemasan, terutama karena sengketa lahan masih berproses di jalur hukum.
Kuasa hukum warga, Subali SH, menyampaikan bahwa muncul dua isu utama yang belakangan mengganggu ketenangan warga. Pertama, perkara hukum terkait status lahan yang masih berjalan dan memiliki tahapan formal. Kedua, desas-desus soal masa pengelolaan lahan yang diklaim telah mencapai 25 tahun dan disebut telah habis masa berlakunya.
“Warga sangat resah karena mendengar kabar akan ada pengosongan. Pengosongan tanpa perintah eksekusi pengadilan itu tidak bisa dibenarkan. Kami sudah bersurat kepada Inkopal, Presiden, Kementerian Pertahanan, hingga Mabes TNI,” ujar Subali.
Ia menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum sehingga tidak semestinya ada tindakan sepihak. “Saya percaya tidak akan ada main hakim sendiri. Banyak tokoh TNI yang bijak dan paham bahwa TNI lahir untuk melindungi masyarakat,” ucapnya.
Akar Sengketa Dinilai Bermula dari Status Tanah Negara
Menurut Subali, persoalan ini berawal dari status tanah yang pada masa lalu merupakan tanah negara. Tanah tersebut kemudian dikelola oleh instansi tertentu, sebelum akhirnya berkembang melalui pengembang yang melakukan transaksi kepada masyarakat.
Kerumitan bertambah ketika Inkopal menerbitkan sertifikat yang dinilai tidak sesuai dengan aturan.
“Tanah negara yang digunakan instansi seharusnya dikonversi menjadi HPL atas nama instansi pemerintah, bukan hak pakai. Dan perlu digarisbawahi, HPL tidak bisa diterbitkan atas nama Inkopal karena Inkopal bukan lembaga negara,” jelas Subali.
Warga Merasa di Posisi Sulit
Subali menyebut warga kini berada pada posisi serba sulit. Mereka ingin mengikuti aturan dari pengelola lahan, namun pada saat yang sama merasa memiliki dasar hukum untuk mengurus HGB (Hak Guna Bangunan).
“Warga ingin tenang bekerja, ingin memperpanjang hak mereka. Tapi isu 31 Desember itu membuat mereka takut,” ujarnya.
Minta Menhan Jadi Mediator
Untuk meredakan ketegangan, Subali meminta Menteri Pertahanan turun langsung sebagai mediator antara warga dan Inkopal. Menurutnya, dialog terbuka menjadi jalan terbaik untuk menemukan titik temu.
“Kalau Menhan bersedia jadi mediator, saya yakin akan muncul solusi. Pertemuan tiga pihak—warga, Inkopal, dan Menhan—sangat dibutuhkan,” katanya.
BPN Bungkam Saat Diminta Tanggapan
Dalam proses hukum yang sedang berlangsung, Subali juga menilai peran Badan Pertanahan Nasional (BPN) sangat krusial. Ia meminta BPN menghadirkan dokumen resmi terkait sejarah tanah tersebut agar fakta hukum menjadi jelas.
Namun ketika dimintai komentar oleh wartawan, pihak BPN memilih tidak memberikan pernyataan.
Mereka menyampaikan bahwa belum dapat memberi tanggapan karena proses masih berjalan dan membutuhkan kehati-hatian.
Subali Harap Situasi Tetap Kondusif
Menutup pernyataannya, Subali berharap seluruh pihak menahan diri agar kondisi tetap aman di lapangan.
“Kami hanya ingin kepastian dan keadilan. Semoga semuanya bisa diselesaikan dengan kepala dingin,” ujarnya.
Isu Pengosongan 31 Desember Picu Keresahan Warga Marinatama Mangga Dua, BPN Pilih Bungkam

Isu rencana pengosongan lahan Marinatama Mangga Dua pada 31 Desember mendatang membuat warga dan pelaku usaha di kawasan tersebut gelisah.
