RumpiKotaCom – Mulai bulan April tahun 2025, Pemerintah Metropolitan Tokyo secara resmi meluncurkan kebijakan baru berupa sistem kerja empat hari dalam seminggu, yang diberlakukan khusus untuk pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintahan kota. Kebijakan ini merupakan langkah progresif dalam menghadapi tantangan besar yang sedang dialami Jepang, yakni menurunnya jumlah penduduk usia produktif akibat tingkat kelahiran yang rendah serta krisis tenaga kerja yang semakin terasa di berbagai sektor.
Kebijakan ini lahir dari pemikiran bahwa struktur kerja tradisional yang selama ini mengandalkan lima hingga enam hari kerja per minggu sudah tidak lagi relevan dengan kebutuhan zaman. Dalam berbagai studi, telah terbukti bahwa jam kerja yang terlalu panjang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan produktivitas pegawai. Dengan memberikan waktu istirahat lebih panjang, diharapkan kualitas hidup para pegawai meningkat, yang pada gilirannya dapat berkontribusi positif terhadap kinerja mereka di tempat kerja.
Dorongan untuk Perubahan Budaya Kerja
Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, dalam pernyataannya menyebut bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan harmoni antara kehidupan profesional dan pribadi. Ia menekankan bahwa sistem kerja empat hari dalam seminggu bukan sekadar memberikan tambahan hari libur, melainkan sebuah upaya untuk mendukung keterlibatan masyarakat dalam kehidupan sosial dan keluarga mereka. “Kami ingin menciptakan lingkungan kerja yang lebih ramah terhadap keluarga, khususnya bagi para perempuan yang selama ini menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga,” ujar Koike.
Pemerintah Tokyo juga menargetkan agar kebijakan ini menjadi langkah awal menuju reformasi budaya kerja di Jepang, yang selama ini dikenal memiliki etos kerja tinggi namun terkadang berdampak pada kesejahteraan mental pegawai. Melalui kebijakan ini, diharapkan dapat terbentuk pola kerja yang lebih berorientasi pada hasil daripada pada durasi jam kerja.
Potensi Dampak Positif bagi Tenaga Kerja
Salah satu tujuan utama dari implementasi sistem kerja ini adalah untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja yang mulai dirasakan di berbagai sektor publik. Dengan memberikan ruang lebih luas bagi pegawai untuk menjalani kehidupan pribadi yang seimbang, pemerintah berharap mereka dapat bekerja dengan semangat baru ketika kembali ke kantor. Dalam jangka panjang, diharapkan sistem ini dapat meningkatkan loyalitas dan retensi karyawan, mengurangi tingkat stres, serta membuka kesempatan bagi model kerja fleksibel lainnya seperti sistem kerja paruh waktu dan kerja dari rumah.
Pihak Pemerintah Metropolitan Tokyo mengakui bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada pengawasan yang ketat dan evaluasi berkala. Oleh karena itu, pada tahap awal, sistem kerja empat hari ini akan diterapkan pada beberapa unit kerja tertentu untuk kemudian dievaluasi sebelum diberlakukan secara menyeluruh. Jika terbukti berhasil, kemungkinan besar pemerintah pusat juga akan mempertimbangkan untuk memperluas kebijakan ini ke lembaga nasional serta mendorong sektor swasta untuk mengikutinya.
Tanggapan dari Publik dan Pengamat Tenaga Kerja
Tanggapan masyarakat terhadap kebijakan ini cukup beragam. Banyak kalangan menyambut baik langkah pemerintah ini sebagai bentuk kepedulian terhadap kesejahteraan tenaga kerja. Namun, ada pula yang mempertanyakan efektivitasnya dalam jangka panjang, terutama dalam hal produktivitas dan pencapaian target kerja. Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Tokyo, Dr. Ayumi Sato, menyebutkan bahwa sistem ini memerlukan perencanaan yang matang dan komunikasi yang jelas antara manajemen dan pegawai. “Sistem ini hanya akan berhasil jika ada komitmen kuat dari semua pihak untuk menjaga efisiensi kerja meskipun hari kerja dikurangi,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa sistem kerja empat hari seminggu telah diujicobakan di sejumlah negara seperti Islandia dan Selandia Baru, dan hasilnya menunjukkan peningkatan dalam kebahagiaan karyawan dan produktivitas. Oleh karena itu, ia optimistis bahwa kebijakan serupa juga dapat berhasil di Jepang jika diadaptasi dengan tepat.
Masa Depan Model Kerja Fleksibel di Jepang
Penerapan sistem kerja empat hari dalam seminggu di Tokyo bukanlah sekadar respons terhadap masalah ketenagakerjaan, melainkan sinyal perubahan dalam cara pandang terhadap pekerjaan itu sendiri. Di era pasca-pandemi dan digitalisasi seperti saat ini, fleksibilitas dalam dunia kerja menjadi hal yang semakin relevan. Generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, cenderung lebih menghargai keseimbangan hidup daripada sekadar mengejar karier.
Kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Tokyo ini bisa menjadi perintis dalam menciptakan sistem kerja masa depan yang lebih manusiawi. Apabila berjalan sesuai harapan, bukan tidak mungkin kota-kota lain di Jepang dan bahkan negara lain akan mengikuti jejak Tokyo. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi dunia kerja global yang tengah mencari cara untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, produktif, dan berkelanjutan.