RumpiKota.Com– Sejumlah warga terdampak proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 mulai menempati lokasi relokasi yang disediakan pengembang. Mayoritas dari mereka mengaku telah menerima ganti rugi yang layak dan kini berusaha menata kehidupan baru di tempat yang lebih aman dari ancaman banjir rob.
Salah satu warga, Samid, mengatakan bahwa sebelum pindah, rumahnya di Kampung Muara kerap terendam air pasang, terutama saat musim hujan.
Setelah mendapatkan kompensasi, ia membangun rumah di Kampung Tanjung dan membuka usaha warung kelontong.
“Kalau dulu tiap hujan deras, saya khawatir rumah kebanjiran. Sekarang lebih tenang karena tempat tinggal lebih tinggi dan tidak terkena rob,” ujarnya, Jumat (14/2/2025).
Hal serupa diungkapkan Bawani (50), warga lain yang juga telah direlokasi. Ia mengaku kini memiliki rumah yang lebih luas dan nyaman dibanding tempat tinggal sebelumnya.
“Dulu kalau banjir, semua barang harus diangkat. Sekarang saya dan anak-anak bisa tinggal lebih tenang,” katanya.
Kepala Desa Muara, Syarifudin, menyebut bahwa dari 180 kepala keluarga yang terdampak proyek PIK 2, sekitar 80 persen telah menerima ganti rugi dan pindah ke lahan relokasi yang disediakan pengembang.
“Lahan seluas 5 hektare sudah disiapkan bagi warga terdampak. Sebagian besar sudah menempati rumah baru dan tetap bisa menjalankan aktivitas seperti bertani, beternak, atau berdagang,” jelasnya.
Ia juga membantah kabar bahwa warga dipaksa pindah atau menerima ganti rugi dengan harga murah.
“Semua proses dilakukan secara transparan. Warga menerima kompensasi yang lebih tinggi dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), dan mereka juga diberi waktu untuk beradaptasi sebelum pindah,” tambahnya.
Serikat Pekerja Mandiri juga angkat bicara terkait polemik proyek PIK 2. Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Mandiri, Gatot Sugiana, meminta agar isu ini tidak dipolitisasi, terutama karena banyak pekerja menggantungkan hidup di kawasan tersebut.
“Kami hanya ingin tetap bekerja dan tidak kehilangan mata pencaharian. Jangan sampai perselisihan ini berdampak pada para pekerja,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Gerakan Mahasiswa Hukum (GEMAH), Badrun Atnangar, menilai bahwa konflik agraria di PIK 2 dipolitisasi oleh kelompok tertentu yang belum menerima hasil Pemilihan Presiden 2024.
“Pengembang justru menjadi korban kampanye negatif. Faktanya, ganti rugi diberikan secara layak dan warga bisa menempati tempat tinggal yang lebih baik,” katanya.
Meski masih ada beberapa warga yang belum pindah, proses relokasi di PIK 2 disebut berlangsung dengan mekanisme yang telah disepakati. Warga yang telah menempati lokasi baru kini beradaptasi dan berusaha menjalani kehidupan yang lebih stabil.