RumpikotaCom – Era sosial media memang telah mendisrupsi sebagian dari budaya masyarakat kita. Jika dulu tidak semua orang bisa atau berani berbicara tentang sesuatu apapun itu namun dengan adanya sosial media telah mendisrupsi ketidak bisaan atau ketidak beranian itu perilaku demikian melahirkan istilah baru yang disebut sebagai netizen.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Netizen Kebanyakan

Meskipun begitu kecanggihan teknologi mendisrupsi budaya bicara kita tapi tidak diseimbangkan dengan kapasitas isi otaknya yang berkualitas. Akibatnya siapapun di sosial media jika berani bersuara lantang atau dia punya audiens tentu hasil bicaranya banyak di aamiini oleh netizen kebanyakan padahal mereka yg berbicara itu sebenarnya tidak punya kapasitas tentang apa yang dibicarakan nya.

Contoh ketika kita bicara agama ada saja yg berani berbicara menyalahkan para ulama kita di MUI yg notabene merupakan kumpulan para pakar. Juga ketika bicara ekonomi ada saja yg berbicara seakan-akan lebih pintar daripada para ahli seperti Bu Sri Mulyani atau Pak Gita Wiryawan (Dua menkeu).

Begitupun saat bicara kesehatan seperti covid kemaren ada saja yang berani berbicara melebihi para dokter dan ahli kesehatan di IDI padahal yg berbicara itu tidak pernah mengenyam kursi pendidikan kedokteran ya paling banter dengar tukang pijat/alternatif tetangga doank yang kerjanya berdasarkan feeling.

Itulah potret sebagian besar bahkan menurut saya, yang ada pada kebanyakan netizen yakni banyak berbicara di sosial media tapi otaknya kosong.

Reporter: Yanuar Catur Pamungkas