RumpiKotaCom – Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, peran para pemuda tidak pernah bisa diabaikan. Salah satu tokoh muda yang berani dan berpengaruh dalam masa-masa penting menjelang Proklamasi adalah Chaerul Saleh. Ia merupakan bagian dari kelompok pemuda yang mendorong percepatan proklamasi, serta menjadi sosok penting dalam dinamika politik Indonesia setelah kemerdekaan.
Chaerul Saleh lahir pada 13 September 1916 di Sawahlunto, Sumatera Barat. Ia berasal dari keluarga Minangkabau yang menjunjung tinggi nilai pendidikan dan semangat kebangsaan. Pendidikan awalnya ditempuh di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) dan kemudian dilanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Sejak muda, Chaerul Saleh menunjukkan ketertarikan besar terhadap politik dan nasionalisme.
Ketika beranjak dewasa, ia aktif dalam berbagai organisasi pergerakan pemuda. Salah satu perannya yang paling dikenal adalah keterlibatannya dalam gerakan bawah tanah melawan penjajahan Jepang. Ia juga dikenal dekat dengan kalangan nasionalis radikal yang ingin Indonesia segera merdeka tanpa campur tangan pihak asing.
Puncak peran Chaerul Saleh terjadi pada bulan Agustus 1945. Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu, terjadi perbedaan pendapat di kalangan tokoh bangsa tentang kapan dan bagaimana proklamasi kemerdekaan harus dilakukan. Kelompok tua, termasuk Soekarno dan Hatta, cenderung berhati-hati dan ingin melalui jalur diplomasi, sedangkan kelompok muda, yang diwakili oleh Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, dan lainnya, ingin bertindak cepat.
Dalam konteks itulah, Chaerul Saleh menjadi salah satu motor penggerak Peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Ia dan rekan-rekannya membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dengan tujuan mendesak mereka untuk segera memproklamasikan kemerdekaan tanpa menunggu persetujuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dianggap terlalu dekat dengan Jepang.
Chaerul Saleh dikenal sebagai sosok yang vokal dan berani dalam menyampaikan aspirasinya. Ia bersama Sukarni dan Wikana mendesak Soekarno dengan keras, menekankan bahwa kesempatan untuk merdeka harus segera diambil sebelum kekuatan asing kembali menguasai Indonesia. Tekanan dari kelompok pemuda ini akhirnya membuat Soekarno dan Hatta setuju untuk memproklamasikan kemerdekaan keesokan harinya, 17 Agustus 1945.
Setelah proklamasi, karier politik Chaerul Saleh terus menanjak. Ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dan dalam perjalanan berikutnya, ia terlibat dalam pemerintahan. Pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah Presiden Soekarno, Chaerul Saleh menduduki sejumlah posisi strategis, termasuk sebagai Menteri Perindustrian, Ketua Dewan Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), dan anggota kabinet.
Sebagai Menteri Perindustrian, Chaerul Saleh dikenal berusaha keras mengembangkan industri nasional di tengah keterbatasan sumber daya. Ia merupakan pendukung ide ekonomi nasionalisme yang berusaha mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap pihak asing. Ia juga mendukung penuh politik konfrontasi terhadap Malaysia pada masa itu, sebagai bagian dari semangat anti-imperialisme yang diusung pemerintahan Soekarno.
Namun, setelah peristiwa G30S 1965 dan perubahan politik besar di Indonesia, posisi Chaerul Saleh mulai terpinggirkan. Ia termasuk tokoh yang dianggap dekat dengan Soekarno dan dengan arus politik lama, sehingga karier politiknya tidak lagi bersinar di era Orde Baru.
Chaerul Saleh wafat pada 8 Februari 1967 di Jakarta. Meski perjalanan hidupnya penuh dinamika, kontribusinya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama keberaniannya dalam momen-momen kritis seperti Peristiwa Rengasdengklok, tetap menjadi bagian penting dari sejarah bangsa.
Melalui ketegasan dan keberaniannya, Chaerul Saleh menunjukkan bahwa pemuda memiliki kekuatan besar untuk mengubah arah sejarah. Semangatnya untuk memperjuangkan kemerdekaan tanpa kompromi menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk selalu berani membela kebenaran dan kepentingan bangsa.