RumpiKotaCom – Yogyakarta, atau yang lebih akrab disebut Jogja, bukan hanya terkenal sebagai kota budaya dan pendidikan, tetapi juga surga kuliner yang tak pernah gagal menggoda selera. Keistimewaan kota ini tak hanya terletak pada keramahan penduduknya atau kekayaan sejarahnya, tapi juga pada sajian-sajian kuliner khas yang mampu membuat siapa pun rindu untuk kembali.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Jika kita berbicara soal kuliner Jogja, tentu yang pertama kali terlintas di benak banyak orang adalah gudeg. Makanan berbahan dasar nangka muda ini dimasak dengan santan dan rempah pilihan selama berjam-jam hingga menghasilkan rasa manis gurih yang khas. Gudeg biasanya disajikan bersama krecek (kulit sapi yang dimasak pedas), ayam kampung, telur pindang, dan tahu atau tempe bacem. Rasanya? Tak cukup hanya sekali mencoba. Ada beragam varian gudeg di Jogja, mulai dari yang kering hingga basah, dan setiap tempat punya keunikan rasanya masing-masing.

Namun, kuliner Jogja tidak berhenti di gudeg saja. Di balik keramaian Malioboro hingga gang-gang kecil di sudut kota, tersembunyi beragam kuliner lokal yang siap memanjakan lidah. Salah satunya adalah sate klathak, yang berasal dari daerah Pleret, Bantul. Berbeda dari sate pada umumnya, sate klathak hanya dibumbui dengan garam dan sedikit merica, kemudian dibakar menggunakan tusuk dari jeruji besi sepeda. Kesederhanaannya justru menjadi kekuatan utama, karena menghasilkan cita rasa daging kambing yang autentik dan juicy.

Ada pula bakpia pathok, kudapan mungil berbentuk bulat pipih yang berisi kacang hijau manis. Makanan ini sangat cocok dijadikan oleh-oleh karena tahan lama dan mudah dibawa. Seiring perkembangan zaman, varian rasa bakpia juga semakin banyak, mulai dari cokelat, keju, hingga green tea. Tapi bagi para pencinta rasa klasik, bakpia isi kacang hijau tetap tak tergantikan.

Bagi pencinta jajanan kaki lima, Jogja juga punya banyak pilihan yang menggugah selera. Misalnya angkringan, warung sederhana di pinggir jalan yang menjual aneka makanan murah meriah seperti nasi kucing, gorengan, sate usus, hingga wedang jahe. Meski tampilannya sangat sederhana, angkringan adalah tempat yang penuh kehangatan. Di sinilah tempat anak muda, pekerja, hingga wisatawan berkumpul, berbagi cerita sambil menikmati makanan dengan harga bersahabat.

Selain itu, jangan lupakan mie lethek, mie tradisional berbahan dasar tepung singkong dan gaplek yang memiliki warna kusam, namun justru itu yang menjadi ciri khasnya. Mie ini biasanya dimasak sebagai mie goreng atau mie godog, dan disajikan dengan irisan telur, ayam suwir, serta sayuran. Rasanya gurih dan sangat cocok untuk santapan malam.

Jogja juga menyimpan banyak kejutan manis, salah satunya es dawet ayu khas daerah selatan kota. Minuman ini terbuat dari cendol, santan, dan gula merah cair. Rasanya segar dan manis, sangat cocok untuk diminum di tengah teriknya cuaca kota pelajar ini. Belum lagi jadah tempe dari Kaliurang, yang memadukan ketan putih dengan tempe bacem manis—kombinasi yang mungkin terdengar sederhana, tapi kaya akan rasa dan tradisi.

Yang menarik dari kuliner Jogja bukan hanya rasa, tetapi juga filosofi dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Sebagian besar makanan khas Jogja memiliki cita rasa manis, yang konon mencerminkan watak masyarakatnya yang halus, ramah, dan bersahaja. Dari proses memasak yang cermat hingga cara penyajian yang penuh keramahan, semuanya mencerminkan kearifan lokal yang patut dijaga.

Jogja memang istimewa dalam banyak hal, dan kulinernya adalah salah satu alasan terkuat mengapa banyak orang ingin kembali, lagi dan lagi. Di setiap sudut kota, selalu ada rasa yang menanti untuk dijelajahi, cerita yang siap diceritakan lewat sepiring makanan, dan kenangan yang secara tak sadar, terikat di antara rasa manis dan hangatnya sambutan khas Jogja.