RumpiKotaCom – Dalam sejarah panjang perjuangan kemerdekaan Indonesia, nama Sayuti Melik tercatat sebagai salah satu tokoh yang berperan penting di balik layar. Ia mungkin tidak berdiri di podium saat proklamasi dibacakan, tetapi jasanya dalam merampungkan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia menjadikannya bagian yang tidak terpisahkan dari momen bersejarah tersebut.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Sayuti Melik lahir dengan nama asli Muhammad Ibnu Sayuti pada 22 November 1908 di Sleman, Yogyakarta. Sejak usia muda, Sayuti menunjukkan ketertarikan besar terhadap dunia politik dan pergerakan nasional. Ia dikenal sebagai sosok yang cerdas dan aktif dalam berbagai organisasi pemuda serta kegiatan pergerakan melawan penjajahan.

Pendidikan Sayuti ditempuh di Sekolah Guru di Yogyakarta, dan kemudian ia memperdalam pengetahuan politiknya dengan mengikuti berbagai diskusi dan aktivitas pergerakan. Ia sempat bekerja sebagai jurnalis dan aktif menulis artikel-artikel berisi kritik terhadap penjajah, yang membuatnya beberapa kali mengalami penangkapan dan pemenjaraan, baik oleh Belanda maupun Jepang.

Peran penting Sayuti Melik dalam sejarah bangsa mencapai puncaknya pada malam menjelang kemerdekaan Indonesia. Pada 16 Agustus 1945 malam hingga dini hari 17 Agustus, para tokoh bangsa berkumpul di rumah Laksamana Maeda di Jakarta untuk menyusun teks proklamasi. Naskah asli disusun oleh Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo.

Setelah naskah selesai ditulis tangan oleh Soekarno, Sayuti Melik diberi tugas penting: mengetik ulang naskah proklamasi dengan beberapa perubahan kecil namun penting. Ia mengganti frasa “wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “atas nama bangsa Indonesia” dalam bagian akhir teks. Selain itu, Sayuti juga menyesuaikan tata bahasa agar naskah proklamasi terdengar lebih tegas dan ringkas.

Pengetikan naskah ini menjadi momen krusial karena teks tersebut yang kemudian dibacakan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Dengan ketikan Sayuti, proklamasi kemerdekaan Indonesia akhirnya terdengar lugas, jelas, dan tegas di hadapan dunia.

Setelah kemerdekaan, Sayuti Melik tidak berhenti mengabdi kepada bangsa. Ia terjun ke dunia politik dan sempat menduduki berbagai jabatan penting, termasuk menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada masa pemerintahan Soekarno, Sayuti dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan berbagai kelompok nasionalis dan berhaluan kiri moderat.

Namun perjalanan politik Sayuti tidak selalu mulus. Seperti banyak tokoh lainnya, ia menghadapi tekanan politik besar setelah perubahan rezim di tahun 1965. Ia sempat ditahan karena dugaan keterlibatan dalam pemberontakan G30S, namun kemudian dibebaskan karena tidak terbukti terlibat.

Sayuti Melik wafat pada 27 Februari 1989 di Jakarta. Meski masa tuanya diwarnai kehidupan yang lebih sederhana dan jauh dari hiruk pikuk politik, namanya tetap tercatat dengan tinta emas dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Apa yang dilakukan Sayuti Melik membuktikan bahwa dalam setiap peristiwa besar, ada peran penting dari sosok-sosok yang bekerja dalam diam. Ia tidak memimpin pertempuran, tidak memproklamasikan secara langsung, tetapi kontribusinya dalam memastikan naskah Proklamasi tersusun dengan benar dan tegas adalah salah satu pondasi berdirinya negara ini.

Kisah Sayuti Melik mengajarkan kita bahwa bukan hanya mereka yang berdiri di depan panggung yang berperan dalam perubahan besar. Kadang, tangan-tangan yang bekerja di belakang layar, dengan ketulusan dan ketelitian, justru menjadi penentu arah sejarah. Sebuah pelajaran berharga bagi generasi penerus, bahwa sekecil apapun kontribusi kita, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, bisa berdampak besar bagi bangsa dan negara.