RumpiKota.com – Stasiun TV Internasional Al Jazeera memberitakan dari salah satu sumber terdekat Kremlin bahwa Russia tidak memiliki rencana menyelamatkan rezim Assad, apabila militer rezim tersebut selalu menarik diri dari posisinya di wilayah-wilayah yang telah mereka kuasai sebelumnya.
Nampaknya Russia dan Iran harus berhitung ulang dalam menjaga dominasi mereka di wilayah Suriah. Padahal kedua kekuatan geopolitik ini telah bersusah payah membantu rezim Assad dalam memenangkan perang saudara yang dimulai sejak tahun 2011.
Russia melihat rezim Assad sebagai sekutu tradisional yang sudah terjalin sejak era Uni Soviet, Russia juga merasa perlu untuk menunjukkan eksistensi mereka sebagai salah satu superpower militer didunia dan dengan memamerkan teknologi persenjataan mereka mampu mengakses pasar senjata yang bernilai ratusan miliar dolar.
Iran memandang rezim Assad sebagai satelit ideologis mereka, sejak berdirinya negara teokratis Republik Islam Iran pada tahun 1979, rezim para mullah menyimpan obsesi yang ambisius yaitu membangkitkan kekuasaan aliran Syiah di Timur Tengah. Keluarga Assad adalah penganut aliran Syiah Alawiyah, sebuah aliran pecahan dari Syiah yang bernuansa esoterik.
Bagi Iran, selain menjadi satelit Suriah adalah border country sebab tetangganya kebanyakan negara Sunni seperti Saudi Arabia, Turki, Mesir, Palestina dan Jordania. Kombinasi strategis ini membuat Iran mati matiin membela eksistensinya dari Rezim Saudi.
Namun, saat ini muncul faktor pembeda yang menjadi tantangan serius bagi Russia dan Iran di Timur Tengah. Yang pertama adalah kebangkitan Islam Politik di Turki, kedua adalah faktor politik minyak bumi Amerika Serikat dan ketiga adalah faktor Ukraina.
Tradisi politik Turki semenjak selesainya perang dunia pertama adalah tidak mau mencampuri urusan politik Timur Tengah, namun sejak Erdogan berkuasa politik ekonomi Turki membutuhkan akses pengaruh dan pasar di Timur Tengah, Turki juga tidak mau ekonominya jatuh lebih merosot lagi karena harus terbebani menanggung jutaan pengungsi Suriah di tanah mereka.
Sementara Amerika tetap menjaga tradisi politik “minyak bumi dan gas” untuk menjaga suplai BBM ke ekonomi mereka di wilayah utara Timur Suriah yang beraliansi dengan kekuatan bangsa Kurdi yang anti pada rezim Assad.
Perang di Ukraina dan perang di sekitar Gaza memecah konsentrasi Russia dan Iran, disini Turki mengambil kesempatan untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan di Suriah dengan “melepas” pemberontak Suriah dalam menggulingkan pemerintah rezim Assad. Amerika merasa perlu untuk menguatkan eksistensi kepentingan minyak bumi mereka di utara Suriah, Amerika juga ingin mengganggu konsentrasi Russia di Ukraina.
Dengan jatuhnya rezim Assad atau setidaknya mengurangi kekuasaan Assad secara drastis maka nasib jutaan rakyat Suriah yang mengungsi ke negara-negara di kawasan ini akan mendapat jalan keluar. Kemenangan yang didapatkan oleh para pejuang ternyata juga berkat dukungan rakyat, sebab Assad dinilai tidak mampu merubah Suriah dan mengabaikan penderitaan jutaan rakyat Suriah sejak 2011.